Panduan Mengutip dari Al-Qur’an, Hadis, dan Kitab Kuning dalam Penulisan Ilmiah

Yuk simak panduan Mengutip dari Al-Qur’an, Hadis, dan Kitab Kuning dalam Penulisan Ilmiah berikut ini:

Panduan Mengutip dari Al-Qur’an, Hadis, dan Kitab Kuning dalam Penulisan Ilmiah

Dalam penulisan karya ilmiah, khususnya di bidang studi Islam, agama, atau humaniora, merujuk dan mengutip dari sumber-sumber primer keagamaan seperti Al-Qur’an, Hadis, dan Kitab Kuning adalah suatu keharusan.

Namun, format kutipannya memiliki kekhasan tersendiri dan tidak selalu mengikuti gaya referensi umum seperti APA atau MLA secara mutlak.

Artikel ini akan memandu Anda tentang cara mengutip sumber-sumber Islam ini secara akurat dan konsisten, dengan mempertimbangkan praktik umum dan fleksibilitas yang sering diperlukan.

Prinsip Umum Mengutip Sumber Islam

Sebelum masuk ke detail spesifik, ada beberapa prinsip umum yang perlu diingat:

  1. Konsistensi

Sekali Anda memilih format tertentu untuk mengutip jenis sumber ini, patuhi format tersebut di seluruh tulisan Anda.

  1. Kejelasan dan Kemudahan Pelacakan

Tujuan utama kutipan adalah agar pembaca dapat dengan mudah menemukan sumber asli yang Anda rujuk. Berikan detail yang cukup.

  1. Transliterasi (Jika Diperlukan)

Jika Anda menggunakan istilah Arab atau kutipan dalam bahasa Arab, pastikan Anda konsisten dalam transliterasi. Beberapa institusi mungkin memiliki panduan transliterasi sendiri.

  1. Gaya Referensi Utama

Meskipun ada kekhasan, usahakan untuk mengintegrasikan kutipan sumber Islam ini ke dalam gaya referensi utama yang Anda gunakan (misalnya, jika Anda pakai APA, kutipan Al-Qur’an dan Hadis tetap ada di daftar pustaka sesuai format khusus).

Panduan Mengutip dari Al-Qur’an, Hadis, dan Kitab Kuning dalam Penulisan Ilmiah

1. Cara Mengutip dari Al-Qur’an

Mengutip Al-Qur’an relatif standar dan langsung. Anda tidak memerlukan entri khusus di daftar pustaka untuk Al-Qur’an itu sendiri karena teksnya dianggap universal dan statis. Yang penting adalah menyebutkan nama surah dan nomor ayat.

Format Umum:

  • Sebutkan nama surah (ditulis dengan huruf kapital awal, atau kadang dimiringkan).
  • Sebutkan nomor ayat.
  • Anda bisa menambahkan nama terjemahan dan/atau penerbit terjemahan jika ingin menunjukkan versi terjemahan spesifik yang Anda gunakan, terutama jika ada perbedaan signifikan antarterjemahan yang relevan dengan argumen Anda.

Contoh dalam Teks:

  • “Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan” (QS. Al-Insyirah [94]: 6).
  • Allah SWT berfirman: “…Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat1 dosa dan pelanggaran…” (QS. Al-Ma’idah [5]:2 2).
  • (QS. Ali ‘Imran [3]: 104)

Catatan: Jika Anda mengutip tafsir Al-Qur’an (misalnya Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Al-Mishbah), maka Anda mengutip buku tafsirnya, bukan Al-Qur’annya langsung. Buku tafsir tersebutlah yang akan masuk ke daftar pustaka.

2. Cara Mengutip dari Hadis

Mengutip Hadis memerlukan sedikit lebih banyak detail karena ada banyak koleksi Hadis yang berbeda dengan derajat keotentikan yang bervariasi. Penting untuk menunjukkan kitab Hadis dan nomor Hadis (atau nomor bab/jilid/halaman jika tidak ada nomor Hadis yang jelas).

Format Umum:

  • Sebutkan perawi Hadis (jika relevan atau Hadisnya sangat terkenal).
  • Sebutkan intisari Hadis atau kutipan langsung.
  • Sebutkan nama kitab Hadis (misalnya, Sahih Bukhari, Sahih Muslim, Sunan Tirmidzi, Musnad Ahmad, dll.).
  • Sebutkan nomor Hadis. Jika tidak ada nomor Hadis yang standar, gunakan nomor bab, jilid, atau halaman dari edisi tertentu.

Contoh dalam Teks:

  • Nabi Muhammad SAW bersabda: “Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung niatnya…” (HR. Bukhari, No. 1).
  • “…Barang siapa menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim, No. 2699).
  • (HR. Abu Dawud, No. 4946)

Entri di Daftar Pustaka (jika menggunakan terjemahan atau edisi tertentu):

Jika Anda menggunakan edisi tertentu dari kitab Hadis (misalnya, terjemahan ke bahasa Indonesia dengan komentar) yang mungkin tidak universal, Anda bisa memasukkannya ke daftar pustaka.

Contoh (Gaya Fleksibel, mirip APA/Chicago):

  • Bukhari, Muhammad bin Ismail al-. (tt). Sahih Bukhari (Terjemahan oleh Muhammad Muhsin Khan). Darussalam Publishers.
  • Muslim, Abul Husain Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi an-Naisaburi. (2007). Sahih Muslim (Jilid 1-4). (Terjemahan oleh H. Salim Bahreisy). Bandung: CV. Diponegoro.

Catatan: “tt” berarti “tanpa tahun” jika tidak ada tanggal publikasi yang jelas.

3. Cara Mengutip dari Kitab Kuning

Kitab Kuning adalah karya-karya klasik dalam tradisi Islam yang ditulis oleh para ulama terdahulu, meliputi berbagai bidang ilmu seperti fikih, akidah, tasawuf, tafsir, hadis, sejarah, dll. Mengutip Kitab Kuning memerlukan detail yang cukup karena edisinya bisa sangat bervariasi.

Format Umum dalam Teks:

Saat mengutip Kitab Kuning, Anda perlu memberikan detail yang cukup agar pembaca bisa menemukan bagian yang sama dalam edisi lain, jika memungkinkan.

  • Sebutkan nama penulis/mushannif.
  • Sebutkan judul kitab (dimiringkan).
  • Sebutkan bab/fasal/jilid/halaman.

Contoh dalam Teks:

  • Imam Ghazali dalam Ihya’ Ulumiddin menjelaskan tentang akhlak (Jilid 3, hlm. 78).
  • Menurut Imam Syafi’i dalam Al-Umm, (Vol. 1, hlm. 50).

Entri di Daftar Pustaka:

Kitab Kuning wajib masuk ke daftar pustaka. Ini adalah bagian yang paling penting untuk melacak sumbernya. Perlu detail seperti nama penulis, judul kitab, penerbit, tahun terbit, dan kota terbit. Jika menggunakan versi digital (Maktabah Syamilah, dll.), sebutkan versi yang dipakai.

Contoh (Gaya Fleksibel, mengikuti kaidah bibliografi):

  • Al-Ghazali, Abu Hamid Muhammad bin Muhammad. (tt). Ihya’ Ulumiddin. Beirut: Dar al-Ma’rifah.
  • Al-Nawawi, Muhyiddin Abu Zakaria Yahya bin Syaraf. (1995). Al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab (Jilid 1-20). Kairo: Dar al-Fikr.
  • Ibnu Taimiyyah, Ahmad bin Abdul Halim. (1416 H). Majmu’ al-Fatawa. Riyadh: Dar ‘Alam al-Kutub.
  • Al-Bukhari, Muhammad bin Ismail. (tt). Sahih al-Bukhari. Beirut: Dar al-Fikr. (Jika Anda merujuk pada edisi bahasa Arab asli dari Sahih Bukhari sebagai Kitab Kuning, bukan terjemahannya).

Catatan Penting:

  • Tahun Penerbitan

Jika tahunnya Hijriah, cantumkan Hijriahnya (misalnya, 1416 H). Jika tidak ada tahun, gunakan “tt” (tanpa tahun).

  • Penerbit dan Kota

Seringkali Kitab Kuning dicetak ulang oleh banyak penerbit. Cantumkan penerbit dan kota dari edisi yang Anda gunakan.

  • Maktabah Syamilah

Jika Anda menggunakan Maktabah Syamilah atau software serupa, sebutkan nama penulis, judul kitab, dan versi software yang digunakan. Misalnya: Al-Nawawi, Muhyiddin Abu Zakaria Yahya bin Syaraf. Riyadhus Shalihin. [Versi Maktabah Syamilah].

  • Gaya Spesifik Kampus

Beberapa universitas Islam di Indonesia memiliki gaya sitasi khusus untuk Kitab Kuning. Selalu cek panduan mereka.

Fleksibilitas dan Penyesuaian

Karena sifat sumber-sumber ini yang berbeda dari publikasi modern, penting untuk memiliki fleksibilitas.

Jika gaya referensi utama Anda (misalnya APA) tidak memiliki aturan eksplisit untuk Hadis atau Kitab Kuning, modifikasilah format yang ada secara logis dan konsisten untuk memastikan semua informasi penting tercantum dan sumber mudah dilacak.

Anda bisa membuat sub-judul khusus di daftar pustaka untuk “Sumber Hadis” atau “Kitab Kuning” jika itu membuat daftar Anda lebih rapi.

Penutup

Dengan mengikuti panduan ini, Anda akan dapat mengutip dari Al-Qur’an, Hadis, dan Kitab Kuning secara akurat dan konsisten, memperkaya karya ilmiah Anda dengan referensi primer yang kuat.

Baca juga:

FAQ Singkat: Mengutip Al-Qur’an, Hadis, dan Kitab Kuning

1. Bagaimana cara mengutip ayat Al-Qur’an yang benar?

Cukup sebutkan nama surah dan nomor ayat. Contoh: (QS. Al-Baqarah [2]: 183). Kamu tidak perlu mencantumkan Al-Qur’an dalam daftar pustaka karena teksnya universal.

2. Apa saja yang perlu dicantumkan saat mengutip Hadis?

Saat mengutip Hadis, sertakan perawi Hadis (jika relevan), nama kitab Hadis (misalnya, Shahih Bukhari), dan nomor Hadis (atau nomor bab/jilid/halaman). Contoh: (HR. Bukhari, No. 1). Jika pakai terjemahan spesifik, masukkan ke daftar pustaka.

3. Bagaimana format kutipan untuk Kitab Kuning?

Di dalam teks, sebutkan nama penulis, judul kitab (dimiringkan), serta jilid dan halaman. Contoh: (Al-Ghazali, Ihya’ Ulumiddin, Jilid 3, hlm. 78). Kitab Kuning wajib masuk daftar pustaka dengan detail lengkap edisinya.

4. Perlukah Kitab Kuning dan Hadis masuk daftar pustaka?

Ya, wajib! Terutama jika kamu menggunakan edisi spesifik atau terjemahan. Ini penting untuk menunjukkan sumber yang kamu gunakan dan membantu pembaca melacaknya. Formatnya akan sedikit fleksibel, sesuaikan dengan gaya referensi utamamu.

5. Apa tips utama agar kutipan dari sumber-sumber ini konsisten?

Pilih satu format yang jelas untuk setiap jenis sumber (Al-Qur’an, Hadis, Kitab Kuning) dan patuhi format itu secara konsisten di seluruh tulisanmu. Selalu pastikan informasinya lengkap agar pembaca bisa melacak sumber aslinya dengan mudah.

Tinggalkan komentar